Los Angelas – Kota Los Angeles, salah satu pusat metropolitan terbesar di Amerika Serikat, baru saja mengalami kebakaran besar yang menyebar dengan cepat akibat cuaca kering dan angin kencang. Kebakaran ini telah menghanguskan lebih dari 13.750 hektar lahan, menghancurkan hampir 10.000 bangunan, dan merenggut nyawa setidaknya 10 orang. Peristiwa ini tercatat sebagai salah satu bencana terburuk dalam sejarah California.
Kerugian ekonomi yang ditimbulkan dari kebakaran ini diperkirakan berkisar antara $52 hingga $57 miliar (sekitar Rp 842,9 triliun hingga Rp 924 triliun). Angka tersebut meliputi kerusakan properti, terganggunya sektor pariwisata, dampak kesehatan, serta biaya pemulihan.
Banyak keluarga kehilangan tempat tinggal, dan sebagian dari mereka tidak memiliki perlindungan asuransi karena mahalnya premi di kawasan rawan kebakaran.
Presiden Joe Biden menyatakan bahwa bencana ini termasuk salah satu yang paling parah dalam sejarah California. Pemerintah federal telah berkomitmen memberikan dukungan penuh, termasuk menanggung seluruh biaya penanganan selama 180 hari pertama.
Bantuan ini mencakup pembersihan puing-puing, pembangunan tempat penampungan sementara, serta penambahan personel dan peralatan pemadam kebakaran.
Lebih dari 400 petugas pemadam kebakaran federal, 30 pesawat pemadam, dan delapan pesawat besar milik Pentagon telah diterjunkan untuk memadamkan api. Namun, upaya pengendalian kebakaran masih terhambat oleh kondisi cuaca yang tidak menentu.
Kebakaran hebat seperti ini tidak hanya terjadi di Amerika Serikat. Di berbagai wilayah dunia, termasuk Timur Tengah seperti Palestina, perubahan iklim telah memperburuk frekuensi dan intensitas bencana alam, termasuk kebakaran hutan.
Masalah ini semakin sulit ditangani karena kurangnya infrastruktur dan sumber daya yang memadai di banyak negara.
Tragedi ini mengingatkan pentingnya kerja sama internasional dalam mengatasi krisis lingkungan. Negara-negara yang memiliki sumber daya lebih diharapkan dapat berbagi teknologi dan pengetahuan untuk membantu wilayah lain yang rentan terhadap bencana serupa.
Meski kerusakan sangat besar, ada harapan bahwa langkah-langkah yang diambil tidak hanya berfokus pada pemulihan jangka pendek, tetapi juga pada pencegahan jangka panjang untuk mengurangi risiko bencana di masa depan akibat perubahan iklim.
Lebih dari 400 petugas pemadam kebakaran federal, 30 pesawat pemadam, dan delapan pesawat besar milik Pentagon telah diterjunkan untuk memadamkan api. Namun, upaya pengendalian kebakaran masih terhambat oleh kondisi cuaca yang tidak menentu.
Kebakaran hebat seperti ini tidak hanya terjadi di Amerika Serikat. Di berbagai wilayah dunia, termasuk Timur Tengah seperti Palestina, perubahan iklim telah memperburuk frekuensi dan intensitas bencana alam, termasuk kebakaran hutan. Masalah ini semakin sulit ditangani karena kurangnya infrastruktur dan sumber daya yang memadai di banyak negara.
Tragedi ini mengingatkan pentingnya kerja sama internasional dalam mengatasi krisis lingkungan. Negara-negara yang memiliki sumber daya lebih diharapkan dapat berbagi teknologi dan pengetahuan untuk membantu wilayah lain yang rentan terhadap bencana serupa.
Meski kerusakan sangat besar, ada harapan bahwa langkah-langkah yang diambil tidak hanya berfokus pada pemulihan jangka pendek, tetapi juga pada pencegahan jangka panjang untuk mengurangi risiko bencana di masa depan akibat perubahan iklim.
Tinggalkan Balasan